Ketika Abu Salamah radhiallahu anhu
sedang sakaratul maut, Ummu Salamah yang ada di sampingnya bertanya
sedih: Kepada siapa kau serahkan diriku? Abu Salamah menjawab dengan
doa: Ya Allah, sesungguhnya Engkau bagi Ummu Salamah lebih baik dari Abu
Salamah. (HR. Abu Ya’la, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah
Shahihah)
Setelah Abu Salamah meninggal, Rasulullah melamar Ummu Salamah.
Berikut penuturan langsung Ummu Salamah tentang kisahnya dilamar Rasulullah,
“Aku mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidaklah seorang muslim ditimpa
musibah dan berkata sebagaimana yang diperintahkan Allah (innalillahi wa
inna ilaihi rajiun), ya Allah beri aku pahala dalam musibah
ini dan berilah ganti yang lebih baik darinya, kecuali Allah akan
memberinya ganti yang lebih baik.
Ummu salamah berkata: Ketika Abu
Salamah meninggal, aku berkata: adakah muslimin yang lebih baik dari Abu
Salamah? Keluarga pertama yang hijrah menuju Rasulullah. Kemudian aku
membaca doa tersebut dan Allah mengganti untukku Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam.
Ummu Salamah berkata: Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah untuk melamarkanku untuk beliau.
Aku pun berkata: Aku ini mempunyai anak dan aku wanita yang sangat pencemburu.
Rasul menjawab: Adapun anakmu kita
berdoa semoga Allah memberinya kecukupan dan aku berdoa kepada Allah
agar menghilangkan cemburu itu.” (HR. Muslim)
Dalam Al Ishobah, Ibnu Hajar menambahi kisah di atas. Ummu Salamah berkata:
“Ketika Nabi shallallahu alaihi
wasallam melamarku, aku berkata kepada beliau: aku punya tiga masalah:
Aku sudah berusia, aku wanita banyak anak dan aku sangat pencemburu.
Beliau menjawab: Aku lebih berusia
darimu, adapun anak-anak serahkan kepada Allah dan adapun cemburu aku
berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkannya darimu.
Dan Nabi pun menikahinya.”
Dalam Al Ishobah karya Ibnu Hajar dan Ma’rifatush Shahabah karya Abu Nu’aim, disebutkan bahwa Ummu Salamah menuturkan,
“Ketika selesai masa iddahku,
beliau minta izin untuk menemuiku. Saat itu saya sedang menyamak kulit.
Akupun mencuci kedua tanganku. Aku kemudian mengizinkan beliau. Aku
letakkan bantal kulit berisi serat kulit pohon. Beliau duduk di atasnya.
Beliau melamarku.
Ketika beliau selesai bicara aku
berkata: Ya Rasulullah, aku tidak setara denganmu, adapun aku tertarik
kepadamu. Tetapi aku ini seorang wanita yang sangat cemburu, aku takut
engkau melihat dariku sesuatu yang tidak kau sukai hingga kelak Allah
akan mengadzabku karenanya. Aku seorang wanita yang sudah berusia. Dan
aku mempunyai anak-anak.
Rasul menjawab:
Adapun yang kau sebutkan tentang
cemburu, Allah akan menghilangkannya darimu. Sedangkan usia, aku pun
berusia sepertimu. Dan tentang anak-anak, anak-anakmu adalah
anak-anakku.
Ummu Salamah menjawab: Aku terima ya Rasulullah.
Rasul pun menikahi menikahinya. Ummu Salamah berkata: Allah telah menggantikan Abu Salamah dengan yang lebih baik darinya.”
Ummu Salamah dilamar Nabi setelah
selesai masa iddahnya. Tak perlu ditanyakan persetujuan dan bahagianya
Ummu Salamah. Tetapi dia merasa bahwa dirinya tidak setara dengan
beliau. Dia khawatir hanya akan menjadi beban bagi Rasulullah. Karena
sadar ketidaksetaraan itu.
Karena Ummu Salamah mempunyai tiga masalah besar:
Ummu Salamah mempunyai sifat cemburu
yang besar. Sebagai wanita mulia, dia sangat khawatir akan membuat
suaminya kelak murka dan karena itu ia akan mendapatkan adzab Allah.
Begitulah wanita shalihah. Dia khawatir kecemburuan menjerumuskannya
berbuat perbuatan yang membuat suaminya marah dan kemudian Allah pun
murka karenanya.
Ummu Salamah merasa telah berusia.
Walaupun sebenarnya saat itu usianya baru di kisaran 27 tahun. Tetapi
Ummu Salamah sedang membandingkan dirinya dengan Aisyah (9 tahun) dan
Hafshah (21 tahun) yang telah dinikahi Nabi.
Ummu Salamah mempunyai anak-anak.
Disebutkan dalam sejarah bahwa Ummu Salamah mempunyai tiga anak:
Salamah, Umar dan Zainab. Anak-anak yang masih kecil ini akan menjadi
beban bagi suaminya kelak.
Ummu Salamah memang wanita cerdas. Ia
yang senang dilamar Rasul, menjelaskan di depan semua masalah tentang
dirinya. Hingga kelak suaminya tidak terkejut dengan keadaan dirinya dan
telah siap menghadapi semuanya. Mengingat Ummu Salamah bukanlah seorang
gadis yang hadir seorang diri tanpa beban dan masalah.
Ini menjadi pelajaran mahal bagi
siapapun akan menjalani hal serupa. Seorang wanita janda yang telah
berpengalaman berumah tangga dengan laki-laki sebelumnya, hendaknya
mengisahkan semua hal yang berpotensi menimbulkan masalah bagi rumah
tangga barunya. Pun laki-laki yang ingin menikahinya harus mengukur
kemampuan dirinya dan kesiapannya menghadapi semua masalah tersebut.
Rasulullah memiliki jawaban untuk ketiga masalah yang disampaikan oleh Ummu Salamah. Menunjukkan kesiapan beliau.
Rasulullah menjawab tentang calon
istrinya yang merasa sudah berusia, bahwa beliau pun telah berusia
bahkan lebih. Jelas jauh berbeda, karena saat itu Rasul telah berusia 57
tahun. Setidaknya terpaut 30 tahun beda dengan Ummu Salamah.
Selesai satu permasalahan, berikut jawaban untuk masalah kedua.
Rasulullah menjawab tentang anak-anak
Ummu Salamah, bahwa beliau mengajak Ummu Salamah untuk menyerahkan
kepada Allah. Ini menarik. Karena pembahasan tentang anak-anak, apalagi
seorang ibu janda yang membawa anaknya dan anak-anak akan mendapatkan
ayat tiri. Jika kita mengukur hari ini, kata tiri sering kali menjadi
momok. Maka, kata yang sangat tepat bicara tentang anak-anak dan masa
depan mereka adalah menyerahkan kepada Allah yang Maha Memelihara,
Mengetahui masa depan, dan Maha Pemberi Rizki.
Tapi Rasul pun memberikan jaminan
sebagai manusia: Anakmu adalah anakku. Begitulah yang harus dilakukan.
Inilah yang harus disadari oleh seorang laki-laki yang mau menikahi
seorang janda dengan membawa anak. Ia tidak boleh hanya mencintai ibunya
tapi mengabaikan anak-anak. Karena kebahagiaan seorang ibu tak hanya
pada dirinya yang diperhatikan, tapi juga pada anak-anaknya yang
dibahagiakan. Membahagiakan anak-anaknya berarti melengkapi kebahagiaan
ibunya. Rasul bertanggung jawab penuh terhadap anak-anak Ummu Salamah.
Walau mereka bukan anak kandung Nabi.
Dan masalah ketiga, berbeda dengan dua masalah di atas.
Rasulullah menjawab tentang sifat
cemburu Ummu Salamah yang besar. Apalagi dia bukan istri satu-satunya.
Sudah ada istri-istri sebelumnya. Pasti posisi Ummu Salamah yang sangat
pencemburu itu tidak mudah. Dia membayangkan ketidaknyamanannya terhadap
keberadaan wanita-wanita yang lebih dahulu telah ada di kehidupan Nabi.
Yang bisa jadi hadir di benak Ummu Salamah adalah bahwa dia hanyalah
seorang wanita baru di keluarga Nabi. Dia pasti sudah membayangkan
perilaku Nabi di antara istri-istrinya akan membuatnya cemburu. Sebagai
wanita mukminah yang baik, dia tidak mau berbuat maksiat karena cemburu
yang akan menimbulkan tindakan tidak nyaman darinya kepada calon
suaminya.
Dan ternyata, Rasul tidak punya jawaban.
Tidak ada jaminan dari diri beliau
sebagai manusia. Tidak sama dengan dua masalah di atas yang beliau
memberikan jawaban dari diri beliau sebagai seorang makhluk. Dalam bab
cemburu, Nabi hanya bisa berkata: Semoga Allah menghilangkannya darimu.
Beliau hanya bisa menyerahkan kepada Allah. Mengapa? Jawabnya jelas,
karena itu urusan hati. Dan bukankah beliau sendiri yang mengatakan
bahwa hati ada di antara jari-jari Allah yang Maha Rahman. Bukan beliau
sendiri yang berdoa: “Ya Allah inilah pembagianku di antara
istri-istriku yang sanggup aku lakukan, maka janganlah Kau hukum aku
pada sesuatu yang tidak aku miliki dan itu Kau miliki.” Nabi sedang
membicarakan tentang pembagian fisik yang harus adil dan beliau sanggup
melakukannya. Tetapi tentang pembagian hati, beliau harus menyerahkan
kepada Allah.
Keluhan Ummu Salamah tentang cemburu
hanya mendapat jawaban doa. Pelajaran bagi setiap keluarga tentang
cemburu yang diduga akan merusak jika telah melampaui batas.
Meringankannya dengan mengadu kepada yang Maha Menggenggam hati.
Dengan semua jawaban dan jaminan Nabi
sebagai manusia itu, pernikahan berkah itupun berlangsung. Dan
benar-benar Ummu Salamah adalah pendamping Nabi yang luar biasa. Membaca
sejarah keluarga mulia ini, kita bisa belajar peran Ummu Salamah yang
dahsyat dalam kebesaran kehidupan Rasulullah.
Untuk urusan cemburu yang Nabi tidak
bisa memberikan jaminan, apakah kekhawatiran Ummu Salamah terjadi.
Ternyata Rasul hidup nyaman bersama Ummu Salamah. Menunjukkan bahwa
Rasul dan Ummu Salamah berhasil dalam doanya. Untuk meredam cemburu yang
melampaui batas.
Tapi bacalah kisah dalam Ath Thabaqat Al Kubra karya Ibnu Saad berikut ini. Dari Abdurrahman bin Al Harits,
“Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam sedang di perjalanannya. Dalam perjalanan itu beliau bersama
Shafiyyah binti Huyay dan Ummu Salamah. Rasulullah mendekat ke Haudaj
(ruangan di atas punggung unta) yang dihuni oleh Shafiyyah binti Huyay.
Sementara Rasul menduga bahwa itu adalah Haudaj Ummu Salamah. Dan hari
itu adalah jatah Ummu Salamah. Rasulullah pun berbincang dengan
Shafiyyah (karena salah duga haudaj). Maka Ummu Salamah pun cemburu.
Setelah Rasul tahu bahwa ternyata ia berbincang dengan Shafiyyah, maka
beliau mendatangi Ummu Salamah. Dan Ummu Salamah berkata: Engkau
berbincang dengan putri yahudi di hari jatahku, padahal engkau
Rasulullah!
Tapi setelah itu Ummu Salamah menyesal dengan kalimatnya. Dan memohon ampun pada Allah atas ucapan itu.
Dan Ummu Salamah berkata: Ya Rasulullah mohonkan ampun untukku. Yang membuatku seperti itu adalah kecemburuan.”
Dari kisah tersebut, ternyata Ummu
Salamah tetap mempunyai rasa cemburu. Maka berarti yang disampaikan Nabi
semoga Allah menghilangkannya adalah kecemburuan yang salah dan
menyebabkan keburukan. Adapun kecemburuan bukti cinta ia akan tetap ada.
Dan justru menjadi bukti cinta.
Posting Komentar